-->

Sabtu, 10 Mei 2014

Seperti kita ketahui negara kita terkenal dengan kejahatan korupsinya. Padahal mayoritas rakyat Indonesia adalah muslim yang mengharamkan korupsi. Lalu kenapa korupsi sangat merajalela di kalangan pejabat kita?
Sesungguhnya pemimpin adalah cermin dari rakyatnya.
Seolah telah menjadi sunatullah, bahwa pemimpin yang ditunjuk untuk mengatur suatu rakyat, sifatnya tidak jauh dari rakyatnya. Karena pada awalnya setiap pemimpin adalah rakyat, yang kemudian dia ditunjuk untuk mengurusi masyarakatnya.

Oleh karena itu, jika kita berharap ingin memiliki pemimpin yang baik, jadilah rakyat yang baik. Sebaliknya, ketika umumnya rakyat adalah masyarakat yang dzalim hampir bisa dipastikan, pemimpinnya tidak jauh dari sifat itu.
Allah berfirman:
وَكَذَلِكَ نُوَلِّي بَعْضَ الظَّالِمِينَ بَعْضًا بِمَا كَانُوا يَكْسِبُونَ
“Demikianlah kami jadikan sebagaian orang zalim sebagai pemimpin bagi orang zalim yang lain, disebabkan perbuatan maksiat yang telah mereka lakukan.” (QS. Al-An’am: 129).
Mari kita perhatikan, sebab utama Allah menunjuk orang dzalim sebagai pemimpin adalah perbuatan maksiat yang pernah dilakukan oleh rakyatnya. Karena sejatinya, perbuatan maksiat termasuk bentuk kedzaliman.
Seperti itulah keadaannya, seorang pemimpin tidak akan jauh dari sifat rakyatnya kalau rakyatnya mempunyai mental maling maka pemimpinnya pun juga memiliki mental maling karena pada awalnya dia juga seorang rakyat.
Lalu apa buktinya kalau mayoritas rakyat indonesia memiliki mental maling?
Sudah menjadi kebiasaan mayoritas rakyat indonesia kalau menemukan barang hilang atau barang temuan pasti akan langsung diambil. Padahal barang temuan tersebut bukan miliknya dan syariat islam tidak mengajarkan untuk mengambil barang tersebut untuk dimiliki.
Mereka tidak sadar bahwa barang tersebut nanti di hari kiamat pasti akan diminta kembali oleh pemiliknya dan pada hari itu tidak ada dinar atau dirham untuk menggantikan barang temuan yang telah diambilnya. Mereka menggantinya dengan pahala yang dimilikinya atau kalau tidak punya pahala maka dosa yang punya barang hilang tersebut akan dilimpahkan kepada orang yang mengambil barang temuan tersebut.
Rasulullah bersabda :
“Siapa saja yang pernah menganiaya saudaranya, baik kehormatannya maupun sesuatu yang lain, hendaknya ia minta ma’af sekarang juga sebelum datang saatnya dimana pada waktu itu Dinar dan Dirham ( Uang ) tidak berguna. Jika tidak, maka apabila ia mempunyai amal shaleh maka amalnya akan diambil sesuai dengan kadar penganiayaan yang pernah dilakukannya. Apabila ia tidak mempunyai lagi amal shaleh maka kejahatan orang yang dianiaya itu diambil dan dilimpahkan kepadanya.” (Riwayat Bukhari ; Shahih Riyadhus Sholihin, Hadits No : 215)
Pada dasarnya mayoritas rakyat indonesia punya kebiasaan seperti itu karena bodohnya mereka dalam perkara agama. Syariat islam telah menjelaskan tentang hukum barang temuan namun masyarakat enggan untuk mempelajarinya.
Jadi kalau kita ingin mendapatkan pemimpin atau pejabat yang jujur dan adil maka kita harus merubah diri kita dan keluarga kita untuk selalu bertaqwa kepada Allah dan seseorang tidak akan bisa bertaqwa tanpa ilmu.
Wallahu’alam

0 komentar:

Posting Komentar

Beri Masukan Bermanfaat

Sample Text

Diberdayakan oleh Blogger.

Posting ini telah disusun untuk lebih melayani mereka yang peduli dengan bagaimana informasi itu dapat digunakan secara baik dan benar.

instagram

Popular Posts

Sosial Media

Facebook  Twitter  Google+ Instagram Linkedin Path Yahoo