SESEORANG AKAN MENDAPAT UJIAN SEBANDING KUALITAS IMANNYA
Siapakah yang akan mendapatkan ujian
terberat …
Dari Mush’ab bin Sa’id -seorang tabi’in-
dari ayahnya, ia berkata,
يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً
“Wahai Rasulullah, manusia manakah yang
paling berat ujiannya?” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab,
« الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ
فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ
بَلاَؤُهُ وَإِنْ كَانَ فِى دِينِهِ رِقَّةٌ ابْتُلِىَ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَمَا
يَبْرَحُ الْبَلاَءُ بِالْعَبْدِ حَتَّى يَتْرُكَهُ يَمْشِى عَلَى الأَرْضِ مَا عَلَيْهِ
خَطِيئَةٌ »
“Para Nabi, kemudian yang semisalnya dan
semisalnya lagi. Seseorang akan diuji sesuai dengan kondisi agamanya. Apabila
agamanya begitu kuat (kokoh), maka semakin berat pula ujiannya. Apabila
agamanya lemah, maka ia akan diuji sesuai dengan kualitas agamanya. Seorang
hamba senantiasa akan mendapatkan cobaan hingga dia berjalan di muka bumi dalam
keadaan bersih dari dosa.” [1]
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan,
وَاِذَا عَظُمَت المِحْنَةُ كَانَ ذَلِكَ لِلْمُؤْمِنِ
الصَّالِحِ سَبَبًا لِعُلُوِّ الدَرَجَةِ وَعَظِيْمِ الاَجْرِ
“Cobaan yang semakin berat akan senantiasa
menimpa seorang mukmin yang sholih untuk meninggikan derajatnya dan agar ia
semakin mendapatkan ganjaran yang besar.”[2]
Syaikhul Islam juga mengatakan,
واللهُ تَعَالَى قَدْ جَعَلَ أَكْمَلَ المُؤْمِنِيْنَ
إِيْمَانًا أَعْظَمُهُمْ بَلاَءً
“Allah akan memberikan cobaan terberat bagi
setiap orang mukmin yang sempurna imannya.”[3]
Al Munawi mengatakan, “Jika seorang mukmin
diberi cobaan maka itu sesuai dengan ketaatan, keikhlasan, dan keimanan dalam
hatinya.”[4]
Al Munawi mengatakan pula, “Barangsiapa
yang menyangka bahwa apabila seorang hamba ditimpa ujian yang berat, itu adalah
suatu kehinaan; maka sungguh akalnya telah hilang dan hatinya telah buta.
Betapa banyak orang sholih (ulama besar)
yang mendapatkan berbagai ujian yang menyulitkan. Tidakkah kita melihat
mengenai kisah disembelihnya Nabi Allah Yahya bin Zakariya, terbunuhnya tiga
Khulafa’ur Rosyidin, terbunuhnya Al Husain, Ibnu Zubair dan Ibnu Jabir. Begitu
juga tidakkah kita perhatikan kisah Abu Hanifah yang dipenjara sehingga mati di
dalam buih, Imam Malik yang dibuat telanjang kemudian dicambuk dan tangannya
ditarik sehingga lepaslah bahunya, begitu juga kisah Imam Ahmad yang disiksa
hingga pingsan dan kulitnya disayat dalam keadaan hidup. … Dan masih banyak
kisah lainnya.”[5]
Semakin kuat iman, semakin berat cobaan,
namun semakin Allah cinta. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ عِظَمَ الْجَزَاءِ مَعَ عِظَمِ الْبَلاَءِ
وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلاَهُمْ فَمَنْ رَضِىَ فَلَهُ الرِّضَا
وَمَنْ سَخِطَ فَلَهُ السَّخَطُ
“Sesungguhnya balasan terbesar dari ujian
yang berat. Jika Allah mencintai suatu kaum, maka Allah akan memberikan cobaan
kepada mereka. Barangsiapa ridho, maka Allah pun ridho. Dan barangsiapa murka
(tidak suka pada cobaan tersebut, pen), maka baginya murka Allah.”[6]
Kewajiban kita adalah bersabar dan bersabar.
Ganjaran bersabar sangat luar biasa.
Ingatlah janji Allah,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ
حِسَابٍ
“Sesungguhnya orang-orang yang bersabar,
ganjaran bagi mereka adalah tanpa hisab (tak terhingga).” (QS. Az Zumar: 10).
Al Auza’i mengatakan bahwa ganjarannya tidak bisa ditakar dan ditimbang.
Ibnu Juraij mengatakan bahwa balasan bagi orang yang bersabar pahala bagi
mereka tidak bisa dihitung sama sekali, akan tetapi akan diberi tambahan dari
itu. Maksudnya, pahala mereka tak terhingga. Sedangkan As Sudi mengatakan bahwa
balasan bagi orang yang bersabar adalah surga.[7]
Makna asal dari sabar adalah “menahan”.
Secara syar’i, pengertian sabar sebagaimana yang dikatakan oleh Ibnul Qayyim,
فَالصَّبْرُ حَبْسُ النَّفْسِ عَنِ الجَزْعِ وَاللَِّسَانِ
عَنِ التَّشَكِّي، وَالجَوَارِحِ عَنْ لَطْمِ الخُدُوْد وَشَقِّ الثِيَابِ وَنَحْوِهِمَا
“Sabar adalah menahan diri dari menggerutu,
menahan lisan dari mengeluh, dan menahan anggota badan dari menampar pipi,
merobek-robek baju dan perbuatan tidak sabar selain keduanya.”[8] Jadi, sabar
meliputi menahan hati, lisan dan anggota badan.
Semoga Allah memberi taufik dan kekuatan
kepada kita dalam menghadapi setiap ujian.
[1] HR. Tirmidzi no. 2398, Ibnu Majah no.
4024, Ad Darimi no. 2783, Ahmad (1/185). Syaikh Al Albani dalam Shahih At
Targhib wa At Tarhib no. 3402 mengatakan bahwa hadits ini shahih.
[2] Al Istiqomah, Syaikhul Islam Ibnu
Taimiyah, 2/260, Jami’ah Al Imam Muhammad bin Su’ud, cetakan pertama, 1403 H.
[3] Qo’idah fil Mahabbah, Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah, hal. 150, Maktabah At Turots Al Islamiy.
[4] Faidhul Qodir Syarh Al Jami’ Ash
Shogir, ‘Abdur Ro-uf Al Munawi, 1/73, Al Maktabah At Tijariyah Al Kubro,
cetakan pertama, tahun 1356 H.
[5] Faidhul Qodir Syarh Al Jami’ Ash
Shogir, ‘Abdur Ro-uf Al Munawi, 1/158, Asy Syamilah
[6] HR. Tirmidzi no. 2396, dari Anas bin
Malik. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan shahih.
[7] Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu
Katsir, 7/89, Dar Thoyibah, cetakan kedua, tahun 1420 H.
[8] ‘Iddatush Shobirin, Ibnu Qayyim Al
Jauziyah, hal. 7, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, Beirut.
0 komentar:
Posting Komentar
Beri Masukan Bermanfaat